#WaktunyaCekidot

Kisah Para “Penyulap” Limbah Popok

Unicef Written By UNICEF

Setiap Love, Share, dan Donation sangat berarti untuk setiap anak Indonesia

Sesuatu yang besar seringkali berawal dari langkah-langkah kecil. Menyelamatkan lingkungan juga bisa dilakukan dari upaya-upaya sederhana di rumah. Bisa? Bisa. 

Kisah Penyulap Limbah Popok

Kisah ini datang dari Choirul Anam, penggagas Popokku Berkah, dan Ikbal Alexander, salah satu penggerak di Kertabumi Recycling Center. Mereka, kita sebut saja para “penyulap” limbah popok. Tak banyak yang mau mengurusi sampah popok, yang termasuk salah satu penyumbang limbah terbesar di Indonesia. Choirul dan Ikbal adalah dua di antara segelintir orang yang tergerak mengurusi itu. Kita simpan dulu kisah mereka. 

Mari melihat laporan Bank Dunia pada Juni 2019 yang berjudul “Indonesia Economic Quarterly: Oceans of Opportunity”. Dalam laporan ini, salah satu yang disoroti soal sampah laut di Indonesia. Sebuah studi tahun 2015 menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat kedua secara global yang berkontribusi pada total sampah plastik di lautan dunia. Posisi Indonesia berada di bawah China, tetapi di atas Filipina, Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Berdasarkan data pada 2010, Indonesia memiliki penduduk 187 juta jiwa yang tinggal dalam jarak 50 kilometer dari pantai, menghasilkan 3,22 juta metrik ton per tahun dari sampah plastik kota yang dikelola secara salah. Jutaan metrik ton sampah ini mencemarkan hingga 1,3 juta ton plastik ke laut setiap tahunnya.

Laporan Bank Dunia menyebutkan, limbah padat kota yang tidak dikelola dengan baik menjadi sumber sampah laut terbesar. Diperkirakan, sekitar 105.000 metrik ton limbah padat kota dihasilkan setiap hari di wilayah perkotaan Indonesia. Pada 2025, angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 150.000 ton, dan sekitar 40 persennya merupakan limbah rumah tangga. 

Bank Dunia melakukan analisis terhadap 15 kota di Indonesia bagian barat dan tengah pada tahun 2018. Menurut Bank Dunia, tingkat kesalahan pengelolaan sampah ditemukan di banyak kota di Indonesia. 

Berbagai limbah ditemukan di saluran air di 15 kota itu. Berikut komposisi limbah yang ditemukan di saluran air di 15 kota yang dianalisis Bank Dunia:

Sampah organik: 44 persen
Popok: 21 persen
Kantong plastik: 16 persen
Kemasan plastik: 5 persen
Gelas dan metal: 4 persen
Plastik lainnya: 9 persen
Botol plastik: 1 persen

Dari data di atas, terlihat bahwa komposisi limbah popok merupakan kedua terbesar setelah sampah organik. Fakta ini pula yang ditemukan langsung oleh Choirul Anam dan Ikbal. Dan, keprihatinan akan banyaknya limbah popok yang menggerakkan mereka untuk mengolahnya menjadi barang bernilai ekonomi.
Sekarang, kita simak cerita mereka.

Choirul Anam, penggagas “Popokku Berkah”

Suatu hari, sekitar 1 tahun lalu, Choirul melihat sebuah tayangan televisi yang memberitakan kegiatan gerebek sungai oleh salah satu komunitas di Jawa Timur. Tayangan itu menunjukkan, di sepanjang sungai ditemukan banyak limbah popok. 

“Dari situ, saya berpikir kok banyak banget sampah popok? Apakah tidak ada yang mendaur ulang seperti plastik?” kata Choirul, saat berbincang pada 11 September 2020.

Tak berdiam diri, keesokan harinya, Choirul turun sendiri mengecek di sungai-sungai yang ada kota tempat tinggalnya, Banyuwangi. 

Artikel Lainnya

<a href=Lindungi Keluarga dari Ancaman Muntaber Alias Kolera ">

Lindungi Keluarga dari Ancaman Muntaber Alias Kolera

<a href=Air Bersih Dan Sanitasi Layak Kunci Kemajuan Perempuan Indonesia">

Air Bersih Dan Sanitasi Layak Kunci Kemajuan Perempuan Indonesia

<a href=Hindari Iritasi Kulit Bayi Akibat Kesalahan Saat Cebok">

Hindari Iritasi Kulit Bayi Akibat Kesalahan Saat Cebok

<a href=Masalah Toilet, Masalah Negara">

Masalah Toilet, Masalah Negara

#WaktunyaCekidot untuk bebaskan anak dari ancaman diare di wilayah Indonesia